Sasha,
anak saya yang pertama, punya sebuah “buku impian” yang ditulis diam2
di kamarnya. Kemarin, saya memperoleh privilege untuk membaca buku
impian nya. Dan saya cukup kaget dengan apa yang ditulis anak saya.
Isinya dahsyat. Mulai dari nama SMP favorit (dengan tulisan besar2
dibawahnya: Diterima!), nilai yang ingin dicapai lulus SD nanti, dengan
siapa dia ingin menikah (ya,
padahal dia baru 11 tahun), keinginan
punya pesawat terbang sendiri, rumah di Hollywood dan Itali, bahkan
dicantumkan juga punya uang sebesar $ 96 trilyun. Ya, dia menulis dalam
dollar dan nol dua belas. Bapak nya saja tidak berani bermimpi
se-dahsyat itu. Hampir saja saya nyletuk: “Emang kamu siapa? Paris
Hilton?”
Saya jadi teringat cerita ikon internet marketing Indonesia, Anne
Ahira, sewaktu mengikuti seminar internet marketingnya beberapa waktu
lalu. Ahira kecil juga adalah pengkhayal yang hebat. Saking ingin nya
keliling dunia, ia pernah menempelkan foto diri nya di kalender yang
berisi gambar2 kota dunia. Jadi waktu kecil Ahira sudah punya “foto”
dirinya didepan obyek wisata dunia, seperti misalnya di depan Golden
Gate, Menara Eiffel, dsb. Gambar-gambar tadi di fotocopy dan ditempel
di dinding. Ahira kecil ngotot, sekalipun Ibu nya mencoba meyakinkan
bahwa keliling dunia hanyalah mimpi bagi anak seorang buruh pabrik dan
penjual gado-gado.
Dan belakangan, Ahira dan Ibu nya menangis terharu setelah melihat
foto Ahira yang dimuat di Kompas yang menggambarkan dia sedang di depan
Golden Gate. Pose nya sama persis dengan foto khayalan Ahira sewaktu
kecil. Luar biasa. Thoughts become Things.
Pikiran anak-anak memang sangat jernih. Saya yakin sewaktu kecil
kita semua berani bermimpi dengan segala kepolosan kita. Tanpa ada
ketakutan-ketakutan apakah mimpi kita akan menjadi nyata atau tidak.
Barangkali konsep-konsep seperti: berpikir positif, law of attractions,
dsb. sebenarnya sudah diinstall oleh Tuhan di otak kita semua sejak
kita lahir. Hanya lambat laun pikiran jernih tadi hilang. Hingga saat
kita dewasa, seringkali sangat sulit untuk diinstall ulang.
Anak-anak berpikir dengan cara yang berbeda dengan kita. Ada sebuah
cerita, seorang konsultan yang sedang membantu memecahkan masalah
disebuah perusahaan yang sudah listed di bursa suatu ketika ikut
menghadiri manajemen meeting untuk memecahkan suatu masalah. Sang
konsultan membuat sebuah titik di papan tulis. Dan bertanya:”gambar apa
ini?”. Seluruh anggota manajemen kompak dengan jawaban:”sebuah titik
hitam di papan tulis putih”. Sang konsultan tiga kali mengulang
pertanyaan yang sama, dan mendapat jawaban yang sama. Sang konsultan
pun geleng-geleng kepala.”Kemarin saya menanyakan pertanyaan yang sama
disebuat TK, dan mendapat 50 jawaban yg berbeda…” Ya, bagi anak-anak,
titik hitam tadi dapat menjadi mata seekor burung, bola semut, lalat
nemplok, dsb. Kreatifitas para pemimpin puncak perusahaan tadi kalah
jauh dengan anak TK. Padahal kreatifitas sangat diperlukan dalam
memecahkan masalah.
Tidak heran jika Picasso sampai pernah berkata: “Every child is an
artist. The challenge is to remain an artist after you grow up”. Ya,
pelan-pelan kita berubah menjadi orang dewasa dengan meniadakan
kehebatan cara berpikir anak-anak yang super kreatif itu.
Menurut pengamatan saya, anak-anak ternyata selalu menerapkan 3B yang seringkali sudah kita lupakan:
Berimajinasi
Anak-anak adalah gudang nya imajinasi. Hari ini mereka bisa menjadi
guru, besok menjadi perawat, besok lagi menjadi pembalap, dsb. Hari ini
bisa perang-perangan di tengah hutan, besok bisa di dalam pesawat
angkasa. Imajinasi ternyata sangat penting dalam dunia pemasaran. Saya
teringat cerita salah seorang teman saya yang pekerjaannya seorang
marketer. Sebelum merumuskan strategi marketing. Bahkan jauh pada saat
produk baru sedang di rumuskan, tim mereka berimajinasi. Misalnya dengan
membayangkan bahwa produk tadi adalah sesosok manusia. Berapa umurnya,
apa hobby nya, pekerjaanya, kemana kalau “hang-out”, minumnya apa,
makanya apa, dst. Ini yang kemudian menjadi bahan untuk mengembangkan
materi-materi iklan. Karena sudah memiliki imajinasi tentang “karakter”
produk tadi, maka penyusunan program marketing menjadi lebih mudah.
Buat anak-anak, tidak ada yang tidak mungkin. Imajinasi mereka
spontan dan tidak terlalu memikirkan “the how” nya. Karena bagi
anak-anak semuanya mungkin terjadi. Justru orang dewasa yang sering
“menyabotase” pikiran jernih mereka dengan kata2: “ah, mana
mungkin”.Bayangkan kalau cara berimajinasi anak-anak ini kita terapkan
dalam menetapkan visi kita kedepan. Kita tidak akan diganggu dengan
pikiran-pikiran negatif “ah mana mungkin” tadi.
Bermain
Bagi anak-anak semuanya hanyalah permainan. Dengan demikian tidak
ada “masalah” bagi anak-anak. Semua hal bisa dilihat dari sisi yang
menyenangkan. Lihat saja, sewaktu bencana banjir di Jakarta yang baru
lalu, anak-anak yang justru ceria bermain di tengah banjir. Anak-anak
lebih pandai melihat sisi menyenangkan dari setiap “persoalan”. Coba
kalau ini kita terapkan dalam keseharian. Betapa “persoalan” akan lebih
mudah kita hadapi. Semua menjadi permainan yang menyenangkan.
Saya dulu punya teman yang hampir putus asa karena punya banyak
hutang. Saya juga sudah bingung mau ngomong apa. Ketika saya ucapkan
kata-kata:” its just a game man …”, ternyata dia langsung bangkit
kembali. Dia mendapat inspirasi bahwa bisnis yg dia jalani toh hanyalah
permainan. Bahwa skor nya saat ini minus, hanyalah skor, dan mulai
sekarang dia bisa bermain lebih bagus untuk mendapay skor yang lebih
besar. Its just a game. And its fun!
Belajar
Siapa bilang anak-anak malas belajar. Justru mereka belajar setiap
waktu. Saya pernah baca berita suatu penelitian di MIT yang
menyimpulkan bahwa cara belajar anak2 itu seperti para scientist.
Mereka sangat tertarik hubungan kausalitas. Bagaimana kalau saya
melakukan ini, apa reaksi nya. Ini adalah dasar eksperimen. Dan banyak
eksperimen yang mereka lakukan. Bagaimana kalau mobil-mobilan ini ban
nya dicopot? Bagaimana kalau rambut boneka Barbie ini dipotong, dsb.
Rasa ingin tahu yang besar ini, sebenarnya bisa menjadi pendorong
kesuksesan yang luar biasa jika kita pertahankan hingga dewasa.
Anak-anak belajar secara alamiah untuk menjadi lebih baik. Seorang
bayi yang belajar berjalan, setiap kali jatuh akan bangkit kembali.
Berapa kali seorang anak terjatuh dari sepeda? Apakah dia akan berhenti
dan meratap. Tidak, dia akan tertawa, bangkit lagi, dan bersepeda lebih
baik. Ini adalah proses belajar yang luar biasa. Berani mencoba, berani
jatuh dan berani mengevaluasi diri, ini yang sayangnya sering hilang
pada saat kita menjadi manusia dewasa.
Jadi, kalau Anda sekarang adalah anak-anak, Anda mau menjadi siapa?
Menjadi Spiderman? Batman? Donald Trump? Atau mau jadi Paris Hilton?
Selamat berimajinasi.
Sumber : Fauzi Rachmanto
Kamis, 26 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar