Dr. Tan Tjiauw Liat
Oleh: Emma Madjid
(Majalah Nirmala, April-2007)
KITA boleh iri melihat sosok Dr Tan Tjiauw Liat. Bukan hanya
fisiknya yang segar, sehat, dan lincah (tinggi 167 cm/berat 59 kg) tapi
daya ingatnya juga luar biasa. Selama wawancara dua setengah jam, ia
membuka lebih dari 10 buku, di antaranya How To Use Glutamine to
Strengthen the Immune System,
Improve Muscle Mass & Heal the
Digestive Tract, The Anti-aging Zone, dan Water Cures: Drugs Kill untuk
menunjukkan latar belakang pendapatnya. Buku-buku tersebut hanya
sebagian kecil dari koleksi
buku yang berjajar rapi di dalam lemari bukunya.
Saya benar-benar kagum pada dokter berusia 76 tahun itu. la bukan
hanya ingat warna cover buku, judul, atau tempat buku itu disimpan,
melainkan hafal di luar kepala isi buku-buku itu. Mulai dari alinea,
kalimat, yang sudah diberi dua garis dengan tinta merah, sampai kata
per kata!. Luar biasa….
Buku-buku, jurnal-jurnal kesehatan, newsletter, baginya merupakan
harta yang tak ternilai. Ketika banjir melanda Jakarta tahun 2002,
rumahnya di bilangan Pluit tak luput dari bencana. Anak-anaknya khusus
menyewa truk dan jukung untuk mengevakuasinya, namun Dr Tan tetap
bertahan hanya mengungsi ke rumah tetangganya. la enggan beranjak dari
rumahnya. “Lantaran buku-buku saya masih di dalam,” katanya. la hanya
minta dibawakan sayuran mentah sebagai menu makannya.
Senjatanya: tomat dan mentimun
Pukul 15.00 saat mewawancarai Dr Tan di tempat praktiknya di Pluit,
tampak beberapa pasien yang mengalami stroke mulai berdatangan.
Beberapa pasien harus dipapah atau didorong di kursi roda, untuk sampai
ke ruang praktik. Pria berkacamata yang sore itu mengenakan kemeja
putih lengan pendek itu langsung berdiri dan membuka pintu kamar
praktiknya.
Dengan suara yang nyaring yang merupakan ciri khasnya, ia menyapa para pasien dan memperkenalkan mereka kepada saya.
“Ini pasien saya yang sudah berumur 100 tahun. Nah, bapak yang itu
tadinya stroke berat, sekarang sudah bisa jalan. Pasien yang duduk
dikursi roda itu otaknya sudah dibedah di rumah sakit. Waktu datang
tidak berdaya sama sekali, tetapi setelah saya anjurkan makan tomat dan
mentimun, kondisinya jauh lebih baik,” ujarnya sambil menunjuk ke arah
pasien-pasien yang dimaksud. Mereka tampak ceria, dan mengatakan bahwa
gairah hidupnya kembali setelah dirawat dengan penuh kasih sayang oleh
Dr Tan.
Dulu ‘kapal keruk’
Dokter Tan mengaku kesadaran akan pentingnya hidup sehat, tumbuh
sejak lima tahun terakhir ini. “Sedari kecil saya doyan makan. Kalau
sedang ada perayaan Cap Go Meh, Nenek menyediakan berbagai macam
makanan enak. Tentu saja saya ’sikat’ sampai perut saya keras
kekenyangan,” tuturnya.
Kebiasaan makan enak itu terus berlanjut sampai ia bersekolah di
Jakarta. “Waktu itu saya indekos di Jalan Raden Saleh. Dalam waktu 3
bulan, berat badan saya bertambah 13 kg,” katanya. Sampai ia
berkeluarga, ia belum bisa mengerem kebiasaannya itu. “Saya sering
makan di hotel berbintang lima yang memberi diskon 50% untuk paket
makan sepuasnya (all you can eat) Saya pikir, kapan lagi bisa makan
enak dengan harga murah? Di sana saya bisa ngopi dan makan sepuasnya,”
tutur Dr Tan mengenang kebiasaannya ketika ia berusia 60 tahun.
Bukan Dr Tan namanya jika berbicara tanpa data. Dari lacinya, ia
mengeluarkan selembar foto diri saat bobotnya 80 kg. Penampilannya
sama sekali berbeda dengan sosok yang berada di depan saya!
Namun setelah itu badannya mulai terasa tidak nyaman. Pada waktu
berjalan, misalnya, dadanya terasa sesak. “Padahal saya rajin mengukur
tekanan darah, dan hasilnya normal, 120/80,” katanya.
Pada satu kesempatan berkunjung ke Australia menengok seorang
anaknya yang bersekolah di sana, ia mendatangi seorang dokter. Dari
pemeriksaan yang dilakukan oleh dokter itu, diketahui tekanan darahnya
melesat sampai 180. “Dokter menyuruh saya minum obat. Tetapi saya
bilang, NO!. Saya katakan kepadanya, saya akan kembali tiga bulan lagi,
dan saya pasti sudah sembuh,” ujarnya.
Pulang dari dokter, ia langsung ngeloyor ke toko buku mencari buku
kesehatan. “Saya tidak mau sakit, saya ingin panjang umur. Nah, sejak
itu saya gandrung membaca buku-buku mengenai kesehatan,” katanya.
Sekolah di Internet
Latar belakang pendidikannya sebagai dokter lulusan FKUI tahun 1958
dan spesialis radiologi sangat mendukung keinginannya untuk menemukan
kunci hidup sehat. Penguasaannya terhadap bahasa Inggris, Belanda, dan
Mandarin secara aktif memudahkannya membaca dan menyerap ilmu kesehatan
dari berbagai sumber.
“Sampai sekarang saya masih belajar dan terus belajar. Sekolah saya
Internet. Media cybernet atau penjelajahan situs-situs Internet yang
dapat dipertanggungjawabkan, semakin memperluas wasasan saya,” ujarnya
sambil menyebut situs favoritnya: www.mercola.com.
Hampir setiap hari ia duduk di depan laptop-nya dari pukul 23.30
sampai pukul 05.00, mencari berita kesehatan yang aktual. Dengan
demikian, ia tidak pernah ketinggalan informasi. Sebelum duduk di depan
laptop, ia selalu melakukan meditasi terlebih dahulu dengan bantuan CD
yang berisi suara gemercik air hujan. “CD tersebut dipakai untuk
meningkatkan kemampuan fokus. Sudah setahun lebih saya menggunakan CD
untuk meditasi,” ujarnya. Gadget IT milik orang kantoran masa kini
adalah mainannya di usia kepala tujuh. la mahir mengoperasikan komputer
dengan segala programnya, merekam dengan USB, sms dijawab melalui
PDA-nya dengan kecepatan
anak muda, mengirim faksimili pun dilakukannya sendiri.
Ada apa dengan tomat dan mentimun?
Hasil bacaan dan penelusuran di alam maya itulah yang menelurkan gaya hidup dan pola makan yang diterapkannya sekarang.
“Unsur genetika spesies manusia yang dibawa DNA-nya pada
kenyataannya tidak pernah berubah sejak zaman purba hingga kini; bahkan
di masa mendatang,” katanya. Yang berbeda adalah yang ada di sekeliling
kita, sebagai hasil dari kecerdasan manusia dan olah teknologi. Ini
yang mempengaruhi cara hidup manusia dan cara mengelola hidup termasuk
makanannya,
serta bagaimana tubuh bereaksi terhadap apa yang dikonsumsi.
Gen (pembawa sifat keturunan yang terdapat pada inti sel) adalah
rangkaian gugusan DNA yang tidak mungkin mengalami perubahan dalam
waktu singkat. Perubahan pada struktur gen membutuhkan waktu ribuan
tahun lamanya
akibat paparan (ter-expose) oleh lingkungan yang juga telah berubah dalam kurun waktu sekian lama.
Banyak bukti antropologis (bukan hanya dari sisi medis) yang
menjelaskan bahwa penyakit yang muncul saat ini adalah sebagai
akibatpola makan, gaya hidup, dan paparan lingkungan. Yaitu karena
manusia sudah jauh melenceng ke luar dari rel sebagaimana alam.
Hidup di zaman sekarang tidak bisa terlepas dari polusi, dan
kepungan penyakit yang membuat kita mudah sakit. Bagaimana
mengantisipasinya?
“Pertama insulin harus dikontrol, dan yang kedua pola makan kita harus
mengikuti pola makan manusia purba. Manusia purba tidak mengenal api,
apalagi kompor dan microwave. Segala sesuatu dikonsumsi secara mentah
(raw) dan segar (fresh). Dengan asupan serupa ini tidak heran tubuh
akan jauh lebih tahan terhadap segala sesuatu,” tuturnya.
Lalu, untuk apa ada restoran? “Restoran itu suatu kebudayaan
(civilitation). Itu bukan untuk kesehatan kita. Jika untuk kesehatan,
kita harus balik ke DNA kita. Kita hanya makan dedaunan atau sayuran
mentah. Tidak ada cara lain. Kalau tidak demikian, pasien saya pasti
gagal semua….,” katanya dengan lantang.
Sayur mentah satu baskom
Dokter Tan, tidak hanya cuap-cuap memberi nasihat kepada
pasien-pasiennya agar mengkonsumsi sayuran mentah untuk mengobati
stroke yang mereka derita, tetapi dalam keseharian ia benar-benar
mempraktikannya dengan disiplin. “Pukul 6 pagi saya makan buah. Buah
yang ada dalam simpanan saya. Kalau ada apel ya itu saja yang dimakan,
tapi bukan buah manis tinggi fruktosa seperti pepaya, pisang atau
mangga ranum,” katanya.
Menurutnya, dari tengah malam sampai jam 12.00 terjadi siklus
pembuangan, sebaiknya perut tidak diisi dengan makanan berat. “Siang
hari saya makan sayur mentah. Banyaknya satu baskom (mangkuk besar)
yang ditambah jahe, kunyit, masing-masing ukuran satu jari, dan satu
siung bawang putih. Semua bahan itu dimasukkan ke dalam
juice-extractor- bukan blender atau juicer biasa. juice extractor ini
mempunyai putaran mesin hanya 30 rpm sehingga tidak menimbulkan panas
di atas 30 derajat Celsius, dan
ekstraksi mineral terjamin sempurna. Selain itu saya juga makan satu
kuning telur mentah organik yang jelas bebas bakteri,” katanya. Siang
itu sayur yang memenuhi baskomnya terdiri dari brokoli, selada, paprika
kuning, tomat, dan mentimun yang dipotong-potong. la adalah pelaku
raw-food yang setia dan mengerti betul dasar latar belakang mengapa
makanan
yang disantap harus raw alias mentah. Bahan makanan dari tanaman yang
memungkinkan dimakan mentah dan enzim (katepsin) yang terkandung dalam
sayuran mentah itulah yang menghancurkan diri sendiri (self destruct)
agar komponennya dapat diserap pencernaan kita sebagai sumber gizi.
Sedangkan sayuran lain yang biasanya perlu dimasak (misalkan kangkung,
bayam, kailan, caisim, diambil ekstraknya melalui juice extractor.
Makan sayur mentah saja, apakah tidak lapar? “Tentu saja tidak,
karena komposisi sayuran saya bermacam-macam, kondisi ini menjamin”
plant-based food” tetap prima sebagai sumber kalori dan energi. Masih
ditambah bawang bombai, aneka sprouts (sejenis taoge). Kalau masih
lapar saya menggado tomat dan mentimun,” katanya.
Masih makan kedondong
Dengan berbagai pengetahuan yang dimilikinya kini Dr Tan sangat
hati-hati mengkonsumsi makanan maupun minuman. la tidak lagi minum kopi
kendati dulu disukainya. “Kalau orang setua saya minum kopi sekali,
berarti terbentuk kortisol dalam waktu 24 jam. Kortisol akan bertumpuk
jika kita terus mengkonsumsi kopi. Jika sudah demikian, segala macam
penyakit akan datang. Misalnya, kita jadi pikun,” katanya.
Air putih adalah minuman terbaik, karena dapat menggelontor
lemak-lemak tubuh. Seberapa banyak kita minum air putih per hari?
“Ukurannya yaitu sampai urine kita tidak berwarna. Urine yang sehat
adalah yang bening seperti air ledeng, tidak boleh berwarna,” katanya.
la juga mengingatkan bahwa kita harus waspada terhadap bahaya gula.
“Batasi makanan yang mengandung gula seperti beras, terigu, kentang,
umbi-umbian, serta wortel (yang dimasak sebagai sup atau dijus). Wortel
yang dijus akan menjadi air gula. Artinya kalau kita minum jus wortel
sama dengan kita minum air gula. Segala buah yang manis juga mengandung
gula. Pemanis dalam bentuk artifisial, seperti aspartam, sakarin, lebih
berbahaya daripada gula,” katanya.
Jika demikian, buah apa yang baik? Ditanya demikian ia tersenyum.
“Buah yang baik adalah alpukat dan kedondong. Gigi saya sudah habis.
Agar saya bisa makan sayur mentah, kedondong, mangga muda, dan pepaya
muda, semua gigi sudah diganti dengan teknologi implant. Bukan karena
keropos, tapi kebanyakan karena kecelakaan di masa lalu, zaman masih
menunggang
scooter. Oh ya, mangga muda, pepaya muda (bukan yang sudah ranum dengan tinggi kadar fruktosanya) baik dimakan,” sambungnya.
Menularkan pola hidup sehat
Dengan mengubah pola makannya, Dr Tan merasa badannya nyaman dan
lebih energik. Bobot tubuhnya pun proporsional dengan tingginya. la
berhasil menurunkan berat badannya 21 kg dari berat semula 80 kg. Bukan
hanya itu, daya ingatnya pun semakin tajam. “Waktu kuliah dulu, kalau
ada teman yang menyebut suatu masalah, saya langsung ingat masalah itu
dibahas di
buku apa, halaman berapa. Nah, di usia saya sekarang ini, daya ingat saya kembali seperti itu.
Temuan-temuan ini ditularkan kepada pasien-pasiennya.
“Mereka saya anjurkan makan tomat dan mentimun. Saya perhatikan,
hanya dalam waktu tiga hari atau seminggu, kondisi kesehatan mereka
mengalami kemajuan. Mengapa? Karena sayuran mentah adalah makanan yang
sesuai dengan DNA kita,” katanya.
Kepada pasien-pasiennya, Dr Tan tidak pernah memberi obat-obatan
kimia. Bilamana perlu ia hanya memberikan satu suntikan untuk
memperlebar pembuluh darah. “Pembuluh darah pasien stroke sering
bermasalah,”demikian
alasannya. Di samping itu, ia juga mengaplikasikan teknik meridian
melalui titik-titik akupuntur. Ilmu tersebut dipelajarinya antara lain
dari sebuah buku keluaran Bayer dan banyak buku asli tentang meridian
dan akupuntur dari bahasa dan sumber aslinya yaitu bahasa Mandarin.
Bahasa itu justru baru dikenalnya sebagai orang Tionghoa ketika Jepang
masuk dan bahasa Belanda dilarang.
Tidak merepotkan orang lain
Sekarang ini Dr Tan masih sering ke hotel bintang lima untuk makan,
tapi ia lebih cerdik. “Saya pilih light lunch, ya murah, ya sehat. Saya
bisa makan salad sesuka saya,” katanya.
la sangat yakin, apabila setiap orang mau menjaga diri dan merawat
diri, ia akan mendapatkan kesehatan yang prima, yang memperpanjang usia
hidup aktif. “Dampaknya tentu sangat positif, yang jelas kita tidak
merepotkan diri sendiri di usia lanjut dan tidak tergantung pada
pasangan, anak-anak, atau orang-orang di sekitar kita. Saya mempunyai
tujuan mempertahankan hidup yang berkualitas demi kemanusiaan dengan
mempraktikkan kejujuran serta kebenaran untuk tujuan tersebut,”
tuturnya.
“Sekarang saya punya konklusi yang jelas sekali, yaitu dengan
mengikuti DNA - hanya makan sayur, selanjutnya dikombinasi dengan
quantum touch- pasti akan sehat seumur hidup.”
Bagaimana dengan bermacam-macam diet yang digembar-gemborkan
sekarang ini? “Omong kosong! Ndak bisa itu! Pokoknya paling baik hanya
mengkonsumsi sayuran mentah. Yang lain dilupain aja, deh,” ujarnya.
Ekstrim? Tentu begitu kesan pertamanya. Tapi bagaimanapun, komitmen dan
disiplinnya untuk sehat sangat mengagumkan. (N)
Kamis, 26 April 2012
Posts by : Admin
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar